CERPEN KARYA SEKAR AYU TIRTA SAFA (X MIPA 1)
MERDEKA CARAKU
Tangisku pecah, gemuruh di dadaku semakin kuat tatkalatertera siaran pengumuman mengatakan bahwa aku berhasilmendapatkan medali emas untuk negeriku tercinta Indonesia. Suara sorak penonton mengumandangkan nama Indonesia sertamerta mengibarkan bendera merah putih semakin membuattubuhku gemetar. Tatapan bangga yang mereka tunjukkan padakumembuatku lantas menjerit kemudian meloncat dari pagarpembatas kolam berlari memeluk pelatih yang tengah menangisbangga atas pencapaianku di usia yang masih terbilang sangatmuda.
“Coach..emas coach…EMAS PERTAMAKU COACHH!!!” aku berteriak sembari menahan rasa bahagia yang berada di puncak. Pelatihku mengangguk kuat sembari menepuk – nepukpunggungku, kemudian beliau mengambil sesuatu dari dalamtasnya yang kuyakini adalah bendera kebangsaan Indonesia sang pusaka merah putih. “Kami bangga memiliki putri bangsa terbaikseperti kamu Cendana, terimakasih” ,ujar beliau sebelummenyuruhku untuk mengibarkan bendera tersebut dihadapanpenonton yang berasal dari seluruh penjuru dunia itu.
Hingga kini tiba saatnya untuk pemasangan medali bagi para pemenang, aku berjalan pelan menuju keatas podium masihdengan bendera merah putih berada dalam kibaran tanganku. Iniadalah medali emas pertama yang kudapatkan dan kupersembahkan untuk Indonesia, tak ayal jika sampai saat inikakiku bergetar hebat dengan rasa haru yang masih memuncakmenduduki tingkat pertama emosionalku saat ini.
“Congratulations for you Cendana Bratajaya, Indonesia will be proud of you” aku tersenyum manis saat salah seorang jurimengalungkan medali emas serta mengatakan kalimat itukepadaku.
Setelah prosesi pengalungan medali, kini saatnya lagukebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Jari – jemarikusemakin dingin saat melihat bendera merah putih berada di posisitertinggi diantara bendera bendera para pemenang dari negara lain. Air mataku kembali lolos melihat pemandangan didepankuyang menampakkan rukun serta bersatunya rakyat Indonesia saatini, bersikap hormat memandang penuh binar kearah sang pusakasembari bernyanyi bersama dan setelah itu mereka semuaberpelukan menyalurkan rasa persaudaraan serta rasa bangganya,tepat pula bulan ini adalah bulan Agustus dimana sebentar lagihari kemerdekaan Indonesia akan tiba. Ini merdeka yang akuinginkan, dan inilah merdeka yang sesungguhnya.
Lamunanku buyar saat seorang gadis yang kuyakini berumursedikit lebih muda dariku duduk di kursi yang ada didepanku, iatersenyum manis kemudian mulai membolak – balikkan kertasyang bisa kutebak isi didalamnya adalah pertanyaan – pertanyaanyang akan diajukan untukku. Namun tiba – tiba netraku taksengaja menangkap seorang lelaki mengenakan kaos gasatangberwarna putih yang dipadukan dengan kemeja coklat dan juga celana levis berwarna hitam berjalan masuk mengenakan masker medis serta beberapa buku di tangannya. Satu hal darinya yang menarik perhatianku adalah diantara buku yang ia bawa terdapatsebuah majalah keluaran lama yang bersampulkan fotoku saatmasih menjadi seorang atlet sekitar 4 tahun yang lalu tepatbeberapa bulan setelah pertandinganku diadakan.
“Baik kak Cendana bisa kita mulai ya?” tanyanya, Akumengangguk mantap mempersilahkan dirinya membuka sesiwawancara yang sudah membuatku menunggu sekitar 30 menitlamanya.
“Halo temen – temen semua selamat datang kembali di channel Indonesia Banget, perkenalkan nama saya PramuningtyasCahyani, di sini saya yang akan mewakili pertanyaan teman temandi luar sana untuk ditanyakan kepada kakak Cendana Bratajayayang kebetulan sudah duduk di depan saya, untuk kak Cendanaapakah berkenan?” Aku kembali mengangguk karena jikamenolak maka wawancara yang sudah direncanakan bulan lalu iniakan batal dan membuat seluruh rancangan acara yang dibuatsusah payah oleh tim hancur dan akan membuat mereka kecewanantinya apalagi itu karena ulahku. “Baik, kak Cendana sepertiyang kita ketahui selama hampir dua tahun ini kita terjebak dalamkubangan hitam pandemi Covid – 19 nah tentunya hal inimembuat pergerakan pemuda untuk menunjukkan kreativitasnyamenjadi terbatas, “Untuk kak Cendana sendiri apa sih yang biasanya dilakukan untuk tetap berkreasi walau berada dalammasa pandemi seperti ini?” tanyanya panjang lebar dan dengantempo yang cepat membuatku sedikit meneguk saliva kasar harusmenjawab dari mana. Aku berdehem sebentar sembarimemikirkan jawaban apa yang harus aku lontarkan.
Setelah sepersekian detik aku pun mulai menjawab “Tak adabatasan ruang bagi orang kreatif dalam berkreasi dan berprestasi.Jadi pandemi bukanlah menjadi penghalang bagi mereka yang terus berkreasi dan malah mungkin dijadikan sarana baru dalamkreasi mereka, seperti halnya saya, pandemi saat ini bukanlahmenjadi penghalang bagi saya untuk terus berkarya dalam bidangyang saya tekuni yakni dalam dunia tari. Untuk kebiasaan yang saya lakukan, selama masa pandemi saya biasanya membuatkoreografi tari tentang makna merdeka bagi Indonesia apalagidalam masa seperti ini, kemudian setelah tarian itu jadi saya akanmenyebarluaskannya ke sosial media atau bahkan website luarnegeri agar mereka tahu bahwa beginilah cara kami dalammenangani pandemi covid sesuai dengan arti dan maknakemerdekaan suatu bangsa ” , tuturku panjang lebar. Kulihat gadis itu tersenyum kecil sembari mengangguk paham bersiapmengajukan pertanyaan berikutnya.
“Mungkin orang mengenal kakak sebagai salah satu atletrenang muda yang memperoleh medali emas 4 tahun yang lalu, bisa diceritakan gak kak mengapa sekarang kakak memilih masukke dalam dunia seni seperti halnya dunia tari?” tanya gadis itulagi. Aku tersenyum kecil mengingat betapa ambisinya dirikupada saat itu yang harus mendapatkan medali emas dengan alasanagar bisa membanggakan bangsa Indonesia. “Karena pada dasarnya saya ingin tetap menjaga budaya serta tradisi bangsa di tengah banyaknya budaya barat yang perlahan mulai masuk keIndonesia, dan ingin membuat masyarakat bangsa Indonesia tetapbangga memiliki kebudayaan serta tradisi yang unik yang takkalah apik dari budaya luar tersebut.
“Baik selanjutnya, apa sih artinya kemerdekaan bagi seoranggadis bernama Cendana Bratajaya ini?” Aku terdiam sejenak, sulitbagiku untuk merangkai kata – kata dalam waktu yang cepat makadari itu butuh waktu sekitar 5 detik bagiku merangkai kata barulahkemudian menjawab pertanyaannya “Arti kemerdekaan bagikuadalah membanggakan bangsa Indonesia serta membuat banggapara pahlawan yang berjuang untuk tanah air ini, MembanggakanIndonesia tidak harus dengan mengikuti olimpiade, lombainternasional dan lain sebagainya, membanggakan Indonesia itudengan membangun kerukunan antarsesama, saling menjagawarisan yang diberikan oleh nenek moyang, serta toleransiantarumat beragama, para pahlawan tidak pernah meminta kitauntuk terus mengikuti lomba – lomba ke sana kemari, tapi beliausemua menitipkan bangsa ini serta meminta kita untuk menjagarasa nasionalisme serta kerukunan agar Indonesia sampaikapanpun tak akan pernah terpecah belah”
“Jadi bisa dibilang Tuhan saat ini seperti tengah mengujibagaimana cara kita tetap menjaga tali persaudaraan dalam masa pandemi Covid – 19, menguji bagaimana sikap kita bergotongroyong dalam membantu warga yang terdampak Covid, memberikan dukungan moral kepada mereka, saling membantuantarsesama, dan lain sebagainya. Sikap inilah yang diharapkanpara pahlawan agar tetap kita jaga sampai kapanpun”
Terdengar semua orang yang ada di ruangan mulai bertepuktangan begitupun juga dengan Tyas, aku hanya menanggapinyadengan cara menaikkan sudut bibirku melawan arah gravitasi. Perlahan suara tepuk tangan itu mulai menghilang digantikandengan suara deheman dari Tyas yang bersiap kembalimenghujaniku dengan pertanyaannya.
“Jawaban kakak ini sepertinya akan menyindir para pemuda atau masyarakat yang masih acuh maupun enggan untuk menjalintali persaudaraan, hehe…. tapi tidak apa – apa agar kita semuasadar makna kemerdekaan bagi suatu bangsa termasuk untuk dirikita sendiri. Baik kita masuk ke pertanyaan selanjutnya”.“Bolehkah diceritakan sedikit bagaimana perjalanan kak Cendanamulai dari menjalani profesi sebagai seorang atlet hingga menjadiseorang penari seperti sekarang ini?”
Aku meremat ujung kemejaku pelan, aliran darahku seketikaseperti mengalir deras dari atas ke bawah. Pertanyaan inimembuatku kembali teringat akan memori dimana akumendapatkan medali emas yang kudambakan sejak umur 5 tahunitu, kembali teringat dimana pertama kalinya aku menangiskencang hanya karena melihat banyak sekali rangkulan sertadukungan dari para penonton yang berasal dari Indonesia. Takpeduli berapapun usianya, warna kulitnya, agamanya maupunperbedaan lainnya, mereka semua saling merangkul satu samalain. Itulah alasan mengapa tangisku pecah pada saat itu. Akumengepalkan tangan mencoba tetap tenang agar tak kentara bahwasaat ini diriku sedang dilanda rasa gugup yang luar biasa.
“Pada saat itu saya berumur sekitar 17 tahun masih denganambisi saya yakni harus bisa membawa setidaknya medali emasuntuk Indonesia, sebelum berangkat saya banyak mendapatkandukungan dari siapapun yang berpapasan dengan saya di jalan, baik dari golongan muda maupun golongan tua padahal saya tidakmengenal mereka semua. Dukungan moral inilah yang dapatmembangkitkan api yang ada di dalam diri saya untuk semakinyakin bisa membawa medali emas pulang ke negeri ini, merekasemua menatap saya dengan bangga, penuh senyuman serta penuhharap. Tibalah saat dimana hari itu saya akan bertanding denganpara atlet senior dari berbagai negara, teriakan nama CendanaBratajaya serta negara Indonesia seakan memenuhi stadion pada saat itu. Tak hanya dukungan dari masyarakat Indonesia, sebelummasuk ke arena saya mendapat semangat dari pada atlet senior dari berbagai negara tersebut karena pada saat itu saya adalahsalah satu diantara 2 atlet termuda di sana. Tak lama kemudianpertandingan pun dimulai. Kecepatan saya masih dibilang kurangbisa mengimbangi para atlet lain pada saat itu namun kembali lagidi dalam air saya masih bisa mendengar teriakan dukungan daripara penonton dan entah mengapa teriakan mereka semua sepertimengisi kembali energi saya. Mungkin karena teriakan dukunganitu, kecepatan saya bisa melampaui kecepatan atlet lain dan disitulah pada akhirnya saya mendapatkan medali emas untukIndonesia pertama kalinya”.
Aku menghirup napas sejenak sebelum kembali melanjutkankisahku “Selang 2 tahun setelah itu saya memutuskan untukmeninggalkan dunia atlet dan kembali mengejar pendidikan di salah satu universitas di Surabaya dan menjadi bagian darimahasiswi jurusan seni di sana, jika ditanya mengapa saya masukke dalam dunia seni tari maka jawabannya adalah karena ayah saya adalah seorang penari dan sedari kecil saya diajarkan banyaksekali kebudayaan khususnya dalam dunia tari oleh beliau, sayamerasa senang melakukan aktivitas tersebut dan semakin inginmendalaminya apalagi tari merupakan salah satu kebudayaanmilik Indonesia. Mungkin itu merupakan alasan mengapa seorangCendana Bratajaya dari yang 4 tahun lalu menjadi atlet renangkini beralih profesi menjadi seorang penari… hehe” ,jelaskupanjang lebar. Kulihat Tyas seperti ingin menanyakan sesuatu diluar naskah namun ia kembali menutup mulutnya rapat tak jadibertanya. Aku mulai bergerak gelisah karena pantatku terasasangat lelah karena duduk terlalu lama, bayangkan saja aku sudahduduk disini setengah jam yang lalu ditambah sesi wawancara inisudah berjalan sekitar 15 menit lamanya.
Tyas sepertinya paham dengan gerak gerikku yang sudahmulai tak enak, ia dengan cepat membuka kertas pertanyaankemudian menatapnya dengan lamat “Oke, kurang 2 pertanyaannih, boleh ya kak?” tanyanya memastikan. Aku hanyamengangguk sembari berharap pertanyaan yang ia ajukan tidakperlu berpikir lama sekaligus jawaban yang panjang.
“Oke, pernahkah kakak ketemu orang yang mendukung atletrenang lain dan karena saking sukanya sama atlet itu sampai – sampai dia gak akan terima kalau bukan atlet kebanggaannya yang menang dan bagaimana sikap kakak jika menghadapi hal sepertiitu?” Aku mengulang memori mencoba mengingat kembaliapakah ada orang seperti itu pernah bertemu denganku, dan sekarang aku mengingatnya “Saya pernah mendapatkan perlakuanseperti itu dari seseorang, dan saya merasa sedikit menyayangkansikapnya. Bagi saya boleh-boleh saja mendukung seseorangdengan sepenuh hati namun yang saya khawatirkan jika sudahsampai tahap seperti itu dia bisa memecah belah rakyat Indonesia dengan kata – kata maupun tindakannya dan hal itu sangat akanmerugikan banyak orang. Dan saya tidak ingin orang seperti itumemecah negara ini dan membuat Indonesia yang awalnya guyubrukun malah saling bertengkar hanya karena berbeda pendapat dan beda kesukaan. Tindakan saya pada saat itu adalah takmenanggapi apapun cemoohannya dan justru saya semakinmengeratkan persaudaraan antara saya dan atlet yang iabanggakan serta ia idolakan tujuannya agar dia sadar bahwa damaiitu lebih baik dan menunjukkan bahwa kami sama–samamerupakan putra–putri bangsa terbaik yang terpilih untukmembanggakan negara ini jadi tak ada alasan lagi untuk diamembanding– bandingkan kami semua”
Aku menghembuskan napas kasar, rasa lelah yang mulaimelanda pula dengan pertanyaan yang menurutku sedikitmembuat emosionalku naik, rasa lapar yang kian semakinmembuat moodku berantakan. “Oke selanjutnya, seperti yang kitaketahui, bulan ini adalah bulan Agustus bulan terpenting dan sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, nah menurut kakCendana bagaimana sih caranya agar kita bisa mendapatkan yang namanya kemerdekaan di tengah pandemi saat ini?” tanyanyalebih antusias dari sebelumya, mungkin karena pertanyaan iniadalah pertanyaan terakhir serta jawaban terakhir dan setelah itusesi wawancara ini selesai, entahlah.
“Caranya meraih kemerdekaan di masa pandemi? Menurutsaya untuk mencapai kemerdekaan di masa pandemi covid – 19 tidak terlalu susah, teman – teman di rumah pasti mengetahui apaitu sikap nasionalisme dan patriotisme, yakni rasa cinta tanah air, bangga menjadi bagian dari bangsa ini, saling rukun dan gotong royong, toleransi antarumat beragama, menghargai pendapatorang lain, dan lain sebagainya. Terapkan dan tanamkanlah sikaptersebut dalam diri kalian dengan kalian menerapkannya makasaya sangat yakin negara ini akan terus berkembang menjadinegara maju serta dipandang baik oleh negara lain”.
“Baik, terimakasih kak Cendana sudah mau kita undangsebagai narasumber di segmen Talk With Anak Indonesia, terimakasih juga sudah membagikan pendapat serta kisahnya disini. Untuk pertanyaan lain seputar topik yang kita bahas bisaditanyakan di sosial media kita @/Indonesiabanget.id sayaPramuningtyas Cahyani salam anak Indonesia, sampai jum-…” ucapan gadis itu terpaksa terhenti oleh suara salah seorang lelakiyang aku tahu sedari tadi diam memperhatikan pembicaraan kami di pojok ruangan, ia mengacungkan tangannya ke atas, dan lucunya lelaki yang bertanya itu adalah lelaki yang tadi di awalsegmen sempat menarik perhatianku karena telah membawamajalah berisi fotoku yang dirilis 4 tahun yang lalu “Boleh tanyagak, satu aja” ,ujarnya sedikit berharap. Tanpa perlu mendapatpersetujuan dari Tyas dan timnya aku langsung menganggukkankepala mempersilahkan ia mengatakan kalimat pertanyaan yang sepertinya saat ini juga harus aku jawab. “Bagaimana cara yang bisa dilakukan oleh pelajar dalam meraih kemerdekaan di masa pandemi ini?” Dengan tenang sesaat setelah aku menganggukkankepala menyetujui keinginannya, aku terdiam sepersekian detiksedikit terpaku dengan wajahnya yang tampan dan tampakmenenangkan, namun mau tak mau kesadaranku harus kutarikkembali saat Tyas menepuk pahaku pelan kemudian bertanya“Kak? Gapapa?” Baik, rasa malu mulai menjalar saat kedapatansedang terpaku oleh sesuatu apalagi hal ini karena oknum yang sedang bertanya ini memiliki wajah yang lumayan tampan.
“Sebagai pelajar, kita juga harus bisa beradaptasi, memandangpandemi ini sebagai sesuatu yang membuat kita belajar. Sepertiyang dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara "Setiap orang menjadiguru, setiap rumah menjadi sekolah". Pada dasarnya kita akan bisabelajar dari siapapun dan dimanapun.
Kita harus berkaca dari kesalahan masa lalu yang membuatpandemi ini menyebar dengan sangat cepat. Yang kita haruslakukan sekarang adalah selalu waspada terhadap keadaan, selalumenggunakan masker dan patuhi protokol kesehatan yang ada. Meskipun bersama orang-orang terdekat kita, kita harus tetapmematuhi protokol kesehatan. Hindari pertemuan berkelompokbersama orang yang tidak serumah dan yang tidak esensial. Selamatkan diri Anda, keluarga dan masyarakat sekitar Anda. Jadilah orang yang bertanggung jawab dalam penanganan covid-19
Era kita berbeda dengan era Ki Hadjar Dewantara, kita bisabelajar kapanpun dan dimanapun dengan teknologi yang ada, tidak perlu melakukan kontak fisik secara langsung. Sebagaipelajar, cara kita untuk melanjutkan perjuangan para pahlawanadalah dengan belajar dan memupuk rasa nasionalisme agar memiliki pandangan positif, optimis dan cinta pada bangsasehingga bisa menjadi generasi penerus yang menghargai jasa-jasapara pahlawan”. Setelah mendengarkan jawabanku, lelaki itutersenyum manis menampilkan deretan giginya yang rapi sertamengacungkan kedua jempolnya ke atas. Akupun reflekmengangkat sudut bibirku hingga menciptakan bulan sabit di kedua mataku. “Baik kita akhiri saja segmen ini, sayaPramuningtyas Cahyani, sampai jumpa”.
“Alhamdulillah Ya Allah!” teriak salah seorang kru tim yang sedari tadi fokus dengan kamera yang digunakan untukmendokumentasikan wawancara kami. “Maaf ya kak kalau tadi sisemprul tiba-tiba bertanya di akhir segmen” ,ujar Tyas memelas.Aku mengerutkan kening bingung “semprul?” tanyaku yang membuat gadis itu terlonjak “Aduh maaf bukan semprul tapi Jefrakak hehe”. Aku menggelengkan kepala heran. “Kok bisa dipanggilsemprul sih?” tanyaku lagi namun kali ini bukan Tyas yang menjawab melainkan orang yang dijuluki ‘semprul’ itu yang menjawab “Karena saya suka menanyakan sesuatu tanpa melihatkondisi juga karena saya suka sempol” tuturnya yang membuatkusedikit terperanjat karena keberadaannya yang tepat beradadibelakangku. “Oh begitu” jawabku seadanya karena jujur sajadetak jantungku saat ini terasa seperti naik wahana roller coaster. “Pipi kamu kok merah?” tanya lelaki yang diketahui bernamaJefra itu, aku lantas memegang kedua pipiku yang entah mengapaterasa panas “Di sini hawanya panas ya? Kok pipi saya panas?” tanyaku polos yang ditanggapi kekehan kecil dari Jefra “Kalausalting itu bilang” ujarnya seraya mencubit pelan hidung mancungkecil milikku, apa katanya? Salting? apakah dia ngelantur? Jelas – jelas yang kurasakan adalah hawa panas yang tiba – tiba menjalardi sekitar pipiku bukan salah tingkah yang ia maksud, aduhuntung saja tadi Tyas bergegas pergi saat temannya memanggilnamanya dan menyisakan aku dan Jefra saja di pembicaraan ini.
“Terimakasih kak Cendana!!!!” ujar semua tim yang berkisarhanya sekitar 5 orang dan semuanya mematuhi protokol kesehatansaat aku akan keluar dari studio tempat mereka bekerja, “Terimakasih untuk ilmunya kak” ,ujar Jefra kemudian yang akutanggapi dengan anggukan singkat.
Aku berjalan keluar dari gedung dengan langkah bahagia, sedikitpun aku tak pernah menyangka bisa lahir di negara yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, keramahtamahan, sertagotong royong. Aku merasa sangat bangga bisa dilahirkan di negara ini.
Hari ini akan menjadi hari yang paling menyenangkan dan terkenang dalam hidupku, bisa membagikan kisah serta pendapatyang aku harap bisa bermanfaat untuk semua kalangan. Sekalilagi, inilah merdeka yang aku inginkan dan inilah merdeka yang sesungguhnya yang tak mengenal segala kondisi untuk meraihnya.
Sebagai generasi muda, jangan pernah berhenti berkarya dan berkreasi. Merdekakan karya dan kreatifitas kita walaupun dalammasa pandemi saat ini. Pandemi bukan mengekang kita untukhanya berdiam diri, termangu dalam lamunan. Jadikan pandemiini sebagai momentum kita untuk tetap belajar, berkarya dan berkreasi.
Comments
Post a Comment